Jumat, 14 Oktober 2016

Pulau Semau - Gugusan Pantai Perawan nan Indah.


Pulau Semau dengan ukuran luas +/- 143 km2 adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur terbagi atas 2 kecamatan yakni kecamatan Semau / Semau Utara dan Kecamatan Semau Selatan. Pulau ini dihuni oleh penduduk suku Helong dan terletak di sebelah barat pulau Timor berjarak 15 km dari kota Kupang atau 5 km dari pelabuhan laut Nusa Lontar Kupang.

Pulau ini juga menjadi pelindung bagi kapal-kapal besar maupun perahu nelayan di teluk Kupang dan Selat Semau dari ganasnya terpaan angin Muson Barat (Angin Barat) yang disertai gelombang lautnya yang ganas.

Untuk mencapai Pulau Semau ini dibutuhkan waktu sekitar 30 menit penyeberangan menggunakan perahu kayu yang ditambatkan di sebuah area/dermaga Kapal Landingship Wilayah Otoritas Pelabuhan Tenau Kupang. Perahu-perahu ini memang dikhususkan sebagai alat transportasi komersil penduduk yang bermukim di pulau semau atau dari daratan pulau timor yang juga dapat mengangkut kendaraan roda 2.

Sementara untuk penyeberangan dengan menggunakan kendaraan roda 4 atau mobil dapat menggunakan fasilitas kapal ferry Ile Laba Lekan dengan kapasitas angkut 196 orang, 15 Truk dan sepuluh monil kecil melalui dermaga kapal Ferry di desa Bolok sebelah selatan dermaga Nusa Lontar Tenau Kupang menuju Pelabuhan/Dermaga Kapal Ferry Kauan Hansisi di Pulau Semau.

Pulau Semau ketika kita berada dipesisir pantai kota Kupang maupun Kabupaten Kupang bagian Barat dan Selatan dengan mudahnya terlihat, dulunya pulau ini banyak ditumbuhi pohon Kusambi dan menjadi salah satu daerah pemasok Arang dan Kayu Bakar ke Kupang yang dulu terkenal dengan nama arang/kayu kusambi bahkan hingga saat ini jika kita ingin memanggang atau memasak menggunakan bara api atau tungku masak trandisional bahan baku yang dicari adalah arang kusambi atau kayu kusambi.

Dalam sejarahnya Suku Helong yang kini berdiam di pulau semau berasal dari pulau Seram Maluku. Bangsa Suku Seram pada abad ke 16 bermigrasi ke Pulau Timor kemudian menetap di desa Bunibaun lalu mendirikan kerajaan Helong dan memerintah di Timor Bagian Barat dan Pulau Semau. Berkembangnya kerajaan Helong/Kupang bak magnet yang menarik suku Rote, suku Pita’i, suku Taebenu, suku Sonbai dan suku Am’abi mendatangi wilayah kekuasaan Kerajaan Helong atau lebih dikenal dengan Raja Kupang ini. 

Pada tahun 1917 Kerajaan Kupang menjadi federasi yang terdiri dari kerajaan kecil  antara lain : Sonbai Kecil, Amabi, Amabi-Oifetto, Foenay, TaEbenu dan Helong.Raja Don Daud Hanoch Tanof, Fetor dari TaEbenusebagai penguasa senior yang menjadi raja dari kerajaan bersatu pada tahun 1917 tersebut. Dalam Perkembangan sejarahnya kerajaan Helong ini berpindah ke Pulau Semau semenjak terbentuknya Federasi kerajaan Kupang tersebut dan Semau menjadi salah satu dari tujuh kefettoran (Daerah Raja Muda) yang membentuk Swapraja tersebut.

Penduduk Helong yang bermukim di Pulau Semau ini hidup dari Berladang/Berkebun dan memelihara ternak berupa kambing dan Sapi maupun Babi. Sistem pernatniannya masih amat tradisional dengan metode berpindah-pindah. Hasil pertanian dan perkebunan yang banyak didatangkan ke Pasar kupang berupa Mangga Semau, Poteka (Semangka) Semau dll.

Jika kita membuka topik perbincangan mengenai Pulau Semau bagi sebagian besar warga Kupang sudah mengentahui pulau ini namun hanya segelintir orang yang baru menginjakkan kaki di pulau tersebut. Image atau tanggapan orang tentang Pulau Semau beragam bahkan menjurus "negatif" dengan julukan Pulau Mistik, Pulau Suanggi (Teluh/Santet) bahkan Pulau yang Panas atau pulau Kering yang tidak ada air.

Beranjak dari tanggapan Negatif warga kota Kupang yang "Stereotype" tentang pulau ini akhirnya menggerakkan saya untuk membuka tabir dan wawasan serta informasi apa dan bagaimana sesungguhnya Pulau Semau yang selalu kita pandangi dari Kota Kupang Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Pada hari Sabtu, Tanggal 08 Oktober 2016 saya memulai Ekspedisi mengelilingi pulau semau dengan mengendarai kendaraan roda 2/Sepeda Motor dengan tujuan meng-Explore Kehidupan, Jalan, Lingkungan dan Pantai-pantai di pulau Semau. 

Adapun Team Ekspedisi MTMT (My Trip My Tapaleuk) kali ini berjumlah 6 orang dengan 3 unit Sepeda Motor sebagai sarana Transportasi melibas jalan-jalan di pulau ini. Tak Tanggung-tanggung untuk membuktikan bahwa pulau semau ini adalah pulau yang indah dan nyaman untuk berwisata atau menikmati keindahannya saya mengajak Bapak Faisal Hasibuan dan Bapak Adam Mateus (Pimpinan dan Manager Operasi dan Pelayanan Bank Bukopin Cabang Kupang) bersama anggota lainnya Debby dan Renny serta Adi seorang teman yang merupakan penduduk asli/kelahiran pulau Semau sebagai Guide dalam Ekspedisi MTMT kali ini.

Team Ekspedisi ini memulai perjalanan dari Kota Kupang saat jam menunjukan pukul 11:00 Wita setelah mampir membeli nasi bungkus di rumah makan padang depan kantor Bupati lama kamipun beranjak menuju pelabuhan Nusa Lontar Tenau Kupang. Dipos Masuk Pelabuhan Nusa Lontar Tenau kami membayar Retribusi masuk pelabuhan selanjutnya kami memacu kendaraan melewati terminal pelabuhan kapal Pelni dan parkir tepat di samping kanan Pelabuhan tersebut sudah tertambat perahu kayu bermesin tempel yang siap mengantar ke Pelabuhan Hansisi di Pulau Semau.

Tawaran dari pengemudi perahu untuk jasa penyeberangan tidak berlangsung lama karena sudah umum diketahui tarif/biaya pengangkutan orang maupun sepeda motor jasa Penyeberangan ini untuk 1 orang biaya-nya Rp. 20.000 dan sepeda Motor Rp. 50.000,- Pergi-Pulang atau bayar setengahnya jika saat pulang nanti kita menggunakan jasa perahu lain.

Sekitar Jam 12:00 Wita akhirnya Team tiba di Pelabuhan Hansisi Pulau Semau Kupang setelah sepeda motor kami diturunkan dari perahun, kami memulai perjalanan meng-explore pulau ini dengan sasaran pertama adalah Pantai Uiasa yang waktu tempuh dari Pelabuhan Hansisi ke Pantai Uiasa sekitar +/- 20 Menit melewati Pantai Koblain.

Dipantai Uiasa ini dulunya terdapat 3 unit Home Stay namun kini sudah hampir tidak terawat lagi namun tetap saja masih ada dan ditempat ini membangkitkan memory 18 tahun lalu kita pernah menggunakan Home Stay ini untuk kegiatan Out Bound dan menikmati Bulan Purnama. Dipantai ini juga telah berdiri sebah home stay baru di ujung pantai/sebelah utara. Home Stay ini bisa disewa bagi para pelancong yang ingin bermalam di Pantai Uiasa. 

Siapa bilang pulau semau kering dan tidak ada air tawar. Di desa Uiasa ini terdapat kolam mata air tawar yang berada samping gereja dan tidak pernah kering walaupun di puncak musim kemarau. Dari sumber air tawar inilah didistibusikan menggunakan pipa-pipa air ke rumah-rumah penduduk di sekitarnya dan menjadi tempat mandi dan cuci pakaian penduduk desa Uiasa.

Kamipun beristirahat dan makan siang bekal nasi bungkus yang di beli dari Kupang dan menikmatinya dibibir pantai sambil memandang indahnya sepanjang pesisir pantai Uiasa serta mengamati Home Stay yang disi bagian utara pantai ini. Sambil berteduh dibawah pohon saya memperhatikan seorang Ibu berusia lanjut (nenek) yang sedah mengais sesuatu dideburan ombak pantai Uiasa. Setelah beberapa lama nenek tersebut menghampiri saya sambil tersenyum dan kamipun mengobrol dan saya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menanyakan banyak hal kepada nenek tersebut karena nantinya saya berniat membawa teman2 untuk menginap 1 malam di pulau semau ini seperti 18 tahun yang lalu.

Setelah istirahan dan makan siang di Uiasa Team melanjutkan perjalanan menuju Pantai Letbaun yang berada di Utara dari Pulau ini jarak tempuh dari Pantai Uiasa ke Pantai Letbaun +/- 9 Km namun karena medan jalannya yang menanjak selepas Uiasa dan banyaknya turunan menuju Pantai desa Letbaut ditambah permukaan jalan yang terbuat dari campuran Semen dan Pasir Laut sehingga mudah menelupas meningalkan debu pasir diatas badan jalan sehingga kita harus hati-hati memacu sepeda motor dengan kecepatan lambat demi keselamatan. Diwilayah desa Letbaun relief jalan sudah mulai rata namun karena desa ini berada di pesisir pantai maka badan jalannya berpasir.

Ban motor seringkali selip kami harus menempuh hampir 45 menit baru tiba di pantai ini saat jam menunjukkan pukul 14:05. Menyusuri jalan di Desa Letbaun yang tanpa aspal namun tidak ada tanjakan atau turunan sebagian besar jalannya rata sementara badan jalan hanya berupa pengerasan atau badan jalan yang terbentuk dari lintasan kendaraan kami sempat melewati jalan yang membelah dataran lapang yang rata dengan sedikit pepohonan sayangnya saat ini musim kemaru sehingga rumput sudah mengering dan tampak dataran berwarna cokelat disisi kiri-kanan jalan 

Indahnya Pantai Letbaun ini sesungguhnya melebihi dari Pantai Uisain, sangat memukau dengan variasi warna air laut Biru muda dikombinasi Biru Tosca Tua serta Pasir Pantai Putih berrtabur koral Soft Pink sangat memukau berada di pantai ini. Di Desa Letbaun ini juga terdapat Sumber Mata Air tawar yang terlindungi dalam lubang batu serta cangkang Kerang Mutiara yang disusun sebagai wadah menampung air laut yang dikeringkan guna menghasilkan garam laut. Pantai yang sepi dan benar-benar belum tersentuh tehnologi maju hanya tampak beberapa rumah2 beratap jerami berdinding bebak (pelepah daun lontar) milik nelayan atau penduduk sekitar yang dibuat di pesisir pantai untuk membuat garam dan memelihara rumput laut.

Setelah menikmati pantai Letbaun selanjutnya Team Ekspedisi MTMT melanjutkan perjalanan menuju Pantai berikutnya yaitu Pantai Uihmake berjarak +/- 3 km dari Pantai Letbaun kita mampir sejanak di pantai ini untuk mengambil dokumentasi. Karakter Pantai Uihmake yang berkarang dengan latar belakang dinding batu Besar yang dulunya digunakan sebagai batu sesembahan diseberang jalan di desa Batuinan ini warna air lautnya juga sangat indah perpaduan Hijau muda dan Biru Tosca walau bibir pantai yang berpasir tidak sebera luas namun perpaduan atau kombinasi warna air laut dengan bibir pantai berpasir putih yang menggoda untuk ditapaki dipadu dengan dinding batu persembahan diseberang jalan pantai ini bak maknet yang menarik pengendara saat melewati pantai ini. 

Mengingat perjalan yang masih panjang dan banyaknya spot destinasi yang harus kita kunjungi, maka setelah berfoto sebentar di pantai Uihmake ini Team MTMT melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor melalui tanjakan jalan batu sesembahan menuju destinasi berikutnya. 

Dengan memacu Sepeda motor Team Melanjutkan perjalanan menuju arah Barat Daya setelah menempuh  perjalanan sekitar 1.3 Km dari Pantai Uihmake dan +/- 300 meter setelah melewati sebuah pemukiman di rute ini kami belok ke kanan dan menemui Kayu Penghalang jalan. 

Pantai Batuinan, Pantai ini sepertinya telah dimiliki atau dikuasai oleh seseorang dimana jalan masuk ke pantai ini telah dipasangi palang dari kayu melintangi jalan menuju pantai ini sejauh 80 meter. Kami pun turun dari sepeda motor untuk membuka palang penghalangnya dan terus menuju pantai. Pantai Batuinan dengan garis pantainya sepanjangnya +/- 4 km memiliki pasir yang sangat-sangat lembut dibir pantai dengan rimbunnya pepohonan Perdu dan Pohon Palm di sisi pantai kami benar-benar memanjakan kaki bermain dan memotret di pasir pantai ini sambil sesekali berteduh dibawah rimbunya pohon untuk menghalau panas matahari menyengat tubuh. 

Inginnya berlama-lama di pantai ini menikmati pelukan pasir pada kaki-kaki kami terbenam saat berjalan diatasnya serta hamparan pasir sepanjang pantai yang sangat luas ini sangat menakjubkan.

Pantai Batuinan terletak bersebelahan dengan Pantai Otan dan tanpa terasa jam sudah menjukkan pukul 15:15 Wita dan setelah puas memotret sana-sini Team melanjukan perjalanan terus mengaarah ke pantai tujuan Akhir Ekspedisi ini Yaitu Pantai Liman.

Setelah menempuh perjalanan sejauh 13 km dari pantai Batuinan dengan bermandikan debu jalan dan ban motor kami yang ngesot sana-sini karena permukaan jalan yang berpasir tercatat beberapa kali hampir membuat kita hampir jatuh bersama sepeda motor yang kita kendarai. Kamipun dengan hati-hati dan waspada mengendarai kendaraan dengan posisi kaki siaga memijakkan permukaan jalan yang berpasir saat ban motor tiba-tiba ngesot atau selip.  

Pantai Otan yang garis pantainya cukup panjang kita lewati tanpa singgah lagi guna mengejar waktu sampai di titik akhir Ekspedisi ini. Sebelum sampai di Pantai Liman kami masih mampir sejenak di sebuah pantai di Otan, Pantai ini berada di balik tebing sebelah kanan jalan saat jam menjunjukkan pukul 15:50 Wita. Pantai yang sedikit tersembunyi ini kami gunakan untuk beristirahat sebentar sambil berfoto-foto.

Selanjunya kami meneruskan perjalana sepanjang +/- 10 Km mengarah ke arah selatan pulau Semau melewati Desa Oetefoe Besar dengan medan jalan yang masih berpasir serta berdebu kami sempat melewati sebuah pantai yang indah di Oetefoe Besar pengennya berhenti sejenak untuk memotret pantai ini namun sepeda motor yang dikendarai Adi sebagai guide terus mamacu akhirnya saya juga mengikuti saja takut ketinggalan jauh.

Setelah menyisir pantai Oetefoe Besar tiba-tiba Adi menghentikan sepeda motornya sambil menunjukkan tangan ke arah selatan sambil mengatakan disana Bukit Liman. 

ASTAGAAAA.... Bagaikan mimpi saja bukit liman tiba-tiba terpampang nyata di seberang sana. Sayapun hampir tak percaya bagaimana bukit ini bisa terbentuk dipinggir pantai bagaikan sebuah gunung vulkanik, Sebuah suguhan pemandangan yang benar-benar membuat takjub melihatnya. Rasa Capek mengedarai sepeda motor dan keringnya tenggorokan selama perjalanan dari Pantai Uiasa seakan hilang seketika. 

Kami berteduh di bawah pohon sambil beristirahat serta memotret bukit liman dari Pantai ini, Jam telah menunjukkan pukul 16:35 Wita.  Diatas Bukit Liman dari kejauhan tampak beberapa orang sudah berada diatas puncaknya. Kami bersepakan untuk menuju Bukit Liman nanti saat menjelang Matahari terbenam di ufuk barat karena Puncak bukit terlihat masih terik di terpa matahari sore sementara tubuh kita dalam kondisi dehidrasi dan kecape'an.

Dipantai Oetefoe Besar ini terlihat sedang dibangun sebuah bangunan dengan beberapa kamar mengarah ke bukit Liman kemungkinan bangunan tersebut dibuat sebagai penginapan atau sejenisnya bagi para pelancong yang ingin menginap di Pantai Oetefoe Besar yang bersebelahan dengan pantai Liman yang kedua-duanya sangat indah ini. Semoga kedepannya nanti sudah ada Home Stay seperti di pantai Uiasa agar para wisatawan yang berkunjung ke pantai ini bisa menikmati indahnya Sunset  dari Bukit Liman dan deburan Ombaknya dimalam hari.

Waktu pukul 17:10, Matahari sore terlihat makin rendah di Horison Barat mandandakan sebentar lagi Sang Surya akan tenggelam. Kami memutuskan segera mamacu sepeda motor menuju Bukit Pantai Liman melewati pesisir pantai sangat sulit memang melahap jalan berpasir dengan sepeda motor Matic dan ban Slick/licin. Harus Ekstra hati-hati dan konsentrasi penuh karena ban motor yang makin sering ngesot melewati tebalnya pasir di jalan.

Adi yang mengendarai sepeda motor berada dibagian depan mengarahkan kami meliuk mencari jalan yang tapaknya tidak terlalu berpasir agar mudah dilewati. Dibawah bukit liman beberapa orang yang dari kejauhan terlihat dipuncak bukit kini telah turun dan sedang berteduh di bawah pohon menghindari teriknya panas sore hari. 

Tanpa ragu Adi terus memacu sepeda motor menaiki bukit liman hingga puncaknya, saya bersama Pak adam pun terpaksa mengikuti hingga sampai di puncak bukit juga walau sempat ngeri karena tanjakan bukit yang cuikup terjal dan kiri-kanan jalan bak tebing gundul yang jika salah atau ngesot bisa terjatuh hingga kaki bukit.

Akhirnya Pukul 17:15 Team MTMT dalam misi Explore Pulau Semau sampai di Bukit Pantai Liman, Destinasi terakhir dalam Ekspedisi ini. Matahari di ufuk barat makin rendah Cakrawala semakin memerah, batas horison pun semakin pudar terlihat suasana mulai terasa sendu saat menjelang terbenamnya matahari. Sementara itu Team Ekspedisi terus mengambil gambar-gambar terbaik saat momen Sunset di Bukit Liman - Pulau Semau. Berbagai posisi dan gaya sudah dipotret berlatar belakang pantai Liman dan Sunset, saya pun tak mau ketinggalan segera mengambil kesempatan membuat dokumentasi Panorama Sunset dari Pantai Liman.

Jam di Gadged kami telah menjunjukkan Pukul 17:58, batas pandang juga sudah mulai samar sementara matahari telah lama meningalkan Cakrawala kembali ke peraduannya disaat itu kami tersadar untuk segera bergegas menuruni Bukit Liman karena hari mulai gelap.



Dengan sangat hati-hati seluruh anggota Team mengarahkan 3 unit sepeda motor sambil berboncengan menuruni bukit Liman yang tinggi ini sambil berdo'a semoga selamat sampai di kaki bukit.

Setelah menuruni bukit Liman Team kembali menyusuri jalan Pantai Liman yang berpasir menuju kembali ke Pelabuhan di Hansisi untuk kembali pulang ke Kota Kupang. Jika siang sampai sore kita Mengeksplore pantai-pantai di pulau Semau kini saatnya malam hari harus menyusuri jalan dari Pantai Liman hingga Hansisi dalam suasana gelap gulita karena apa mungkin karena kebetulan pada malam minggu (08/10/2016) listrik di pulau semau sedang padam sedangkan jalan-jalan di sepanjang pulau ini sedari perjalanan pulang menuju dermaga sangat sepi bahkan hitungan saya selama perjanan tidak sampai 20 sepeda motor dan 1 unit mobil pick-up sebagai sarana transportasi di pulau semau ini yang berpapasan dengan kita.

Lama Perjalanan Pulang dari Pantai Bukit Liman hingga Dermaga Hansisi ditempuh dengan 1 Jam 35 menit dan sesampainya di dermaga kami langsung disambut Pengemudi Perahu yang mengantar kita dari Pelabuhan Tenau siang tadi sudah menunggu kita untuk memulangkan kembali pelabuhan Nusa Lontar Tenau Kupang. Sepeda motor yang kami gunakan langsung diangkut ke atas perahu untuk segera berlayar kembali ke Kupang.

Demikian Teman-Teman Tapaleuk yang setia membaca blog ini semoga cerita ini menjadi referensi jika ingin berkunjung ke pulau semau yang indah ini.

Sampai Jumpa di Trip berikutnya salam MTMT (My Trip My Tapaleu, Tapaleuk yang bermanfaat.....).

Selasa, 04 Oktober 2016

Ekspedisi Fatu Ulan - Desa Diatas Awan



Menjelajahi tempat-tempat Eksotik di Pulau Timor ini seakan tak pernah habis khususnya di kabupaten Timor Tengah Selatan salah satu Destinasi kali ini yang sangat berpotensi menjadi Objek Wisata dengan suasana Pedesaan menjadi tujuan Ekspedisi Team MTM ternyata masih asing dibanyak orang bahkan masih sedikit penduduk kota So'E yang mengetahui desa tujuan kami apalagi warga Kota Kupang. Berikut ini Team MTMT akan membagikan pengalaman Ekspedisi ke sebuah perkampungan yang hampir sepanjang tahun diselimuti kabut dan awan namanya Fatu Ulan.


Perkampungan Fatu Ulan ini berada di wilayah Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Membutuhkan perjalanan sekitar 172 km (107 mile) dari Kota Kupang atau 62 km (39 mile) dari Kota So'E dengan Elevasi Geografis 1.319 MDPL (Meter Diatas Permukaan Laut).

Rute Menuju perkampungan Fatu Ulan dari Kupang dapat ditempuh melewati 2 arah yakni dari arah Selatan perjalanan melalui Kecamatan Batu Putih menuju Pantai Kolbano yang terkenal dengan batu berwarna itu atau arah Barat melewati Kota So'E Ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan menuju desa Niki-Niki Kecamatan Amanuban Tengah. 

Team MTMT kali ini memilih rute Barat melalui Kota So'E karena dalam Ekspedisi ini ada 2 Team yang akan bergabung menuju Fatu Ulan yakni Team MTMT (My Trip My Tapaleuk) dari Kota Kupang dan dari Atambua Kabupaten Belu yakni Team MTMM (My Trip My Man) dengan masing-masing Team mengendarai 2 Unit Kendaraan Off Road.


23/09/2016 : Ekpedisi dimulai pada Hari Jum'at malam tanggal 23 September 2016 dan mengingat informasi medan jalan yang akan dilalui menuju bukit Fatu Ulan adalah medan Off Road dimana harus melalui tanjakan jalan yang tajam dan lembah-lembah yang curam dengan badan jalan berbatu dan kemungkinan rusak karena longsoran tanah tebing sehingga kedua Team memutuskan pada jum'at malam tersebut beristirahat di kota terdekat dari rute perjalannya yang dipilih masing masing team.


Team MTMT dipimpin oleh Adith Alhabsyi beranggota sebanyak 6 orang dengan Kendaraan Jeep CJ5-Mambo (Knight Rider) dan Suzuki Jimny Modifikasi (Liar) menginap di Hotel Dena Kota So'E, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Team MTMM dengan Leader-nya Helmy Pratama juga terdiri 6 orang menggunakan kendaraan Jeep Landrover Long Sasis dan Toyota Hardtop menginap di Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara.

Tanggal 24/09/2016, jam 08.00 Wita : Setelah sarapan pagi di hotel Team MTMT bergerak menuju titik penggabungan yakni di cabang jalan menuju desa Oenlasi. Kontak dengan Team MTMM yang telah duluan bergerak terus dilakukan dan setelah 30 menit perjalanan dengan jarak 24 km dari Kota Soe'E akhirnya kedua Team bertemu di jalur jalan menuju desa Oenlasi. 

Team MTMM dari Atambua memilih istirahat sementara sambil memasak sarapan pagi berupa Mie kemasan dengan telor rebus karena di Hotel di Kefamenanu tidak disediakan sarapan pagi. Kurang lebih 1 jam menunggu Team MTMM sarapan akhirnya perjalanan Ekspedisi Fatu Ulan dengan 2 team yang telah bergabung dilanjutkan.

Gabungan Team Ekspedisi dengan 4 unit Jeep melanjutkan perjalanan menuju desa Fatu Ulan dan menurut perhitungan saya menggunakan metode GPS masih dibutuhkan 24 km lagi untuk mencapai pemukiman di kaki bukit Fatu Ulan tempat dimana Team akan beristiarat pada malam hari nanti sebagai Cek Poin Pertama.

Rute perjalanan dari cabang Oenlasi sudah diaspal hotmix cukup mulus walau banyak belokan dan belum banyak tanjakan berat hingga mendekati desa Oenlasi kandaraan City Car masih nyaman di kendarai khususnya sampai di desa Oenlasi. 

Mendekati desa Oenlasi badan jalan yang beraspal mulai banyak yang rusak dan berlubang team dengan kendaraan Jeep sejauh ini tidak bermasalah melahap rute perjalanan sampai di cabang pasar Oenlasi. Karena kebutuhan konsumsi sudah lengkap dibawa masing-masing team sehingga dipasar Oenlasi kita hanya lewat sambil mengajar waktu mencapat cekpoint pertama dikaki bukit Fatu Ulan.

Dari pasar Oenlasi ini perjalanan dilanjukan mengarah ke desa Nekmese, hampir seluruh badan jalan sudah tidak beraspal lagi karena telah terkelupas meninggalkan tanah pengerasan jalan saja. Sejauh ini dengan mengendarai kendaraan Jeep berpenggerak 4 roda yang team ekspedisi gunakan serasa tidak bermasalah melahap rute perjalanan.

Tugu Desa Nekmese
Selanjutnya dari tugu Kantor Desa Nekmese yang dibuat disisi persimpangan jalan kita belok kiri menuju desa Bele 2 kemudian Desa Bele 1 hingga mencapai pemukiman di kaki bukit Fatu Ulan. Kontur jalan mulai dari desa Nekmese yang berbukit dan lembah dari satu desa ke desa berikutnya sudah tidak beraspal bahkan tidak jarang untuk mencapai pemukiman berikutnya yang berada disebelah bukit harus melewati tanjakan jalan berbatu.

Relief/Tinggi-rendahnya Permukaan Bumi di jalur jalan dari desa Nekmese sampai bukit Fatu Ulan membuat perjalanan Ekspedisi ini sama sekali tidak bisa dibilang bagus. Beruntung kendaraan yang kita gunakan berpengerak 4 roda (4x4) sehingga sedikit memudahkan perjalanan namun guncangan dan getaran kendaraan dijalur jalan yang 90% berbatu ini sangat menguras Stamina dan kekuatan kendaraan yang kita gunakan.

Jalan-jalan yang menghubungi pemukiman di Desa Fatu Ulan yang berbukit dan lembah ini seluruhnya dibuat oleh penduduk setempat sebagai sarana memasarkan hasil kebun dan ladang serta ternak mereka ke luar desa Fatu Ulan. Material yang digunakan membuat badan jalan seluruhnya dari batu-batu kecil yang diatur pada badan jalan kemudian ditutupi tanah, kamipun sama sekali tidak melihat adanya aspal di seluruh jalan-jalan desa Fatu Ulan ini.

Cek Poin Pertama, Istirahat dulu
Akhirnya sekitar Jam 11:30 Wita Team Ekspedisi sampai pada Cek Point Pertama sebuah rumah milik penduduk setempat yang masih keluarga salah satu anggota team Ekspedisi (MTMM) dari Kota Atambua. Kami pun memarkir kendaraan di halaman rumah tersebut sambil menurunkan peralatan untuk memasak.

Anggota Team dari MTMM Atambua tepatnya sebagai penunjuk jalan dalam Ekspedisi ini bersama saudaranya yang bermukim dirumah tersebut bergegas menuju kebun menangkap ternaknya untuk dimasak pada malam hari nanti, sementara anggota team lainnya dengan bekal yang dibawah sibuk dengan aktifitas masing-masing menyiapkan makan siang. 

Seluruh anggota team terlihat kecapaian namun perasaan lega karena telah mencapai Cek Point pertama sebagai tempat istirahat dimalam kedua ekspedisi ini tepatnya dikaki bukit Fatu Ulan terlihat kagum akan keindahan pemandangan alam dan suasana sambutan penduduk setempat yang ramah dan merasa aneh dan girang melihat kedatangan kita di kampungya.


Anak-anak sekolah sejenak menghentikan perjalanan pulang sekolahnya, mereka berkumpul sambil fokus memandang dan berbincang sambil melihat kendaraan Jeep yang kami gunakan, dibenak kami berpikir tentunya penduduk dan anak-anak sekolah tersbut bertanya-tanya mau kemana orang-orang kota ini sampai berada dikampugnya pada siang bolong ini.


Sekarang kita berada setinggi awan
Negeri yang terlupakan.!!! Hawa dingin yang menyambut kami saat tiba tadi dengan cepatnya berganti dengan kabut. Mataharipun sirna dibalik awan seakan ingin menegaskan inilah Desa diatas Awan, sebuah negeri terpencil yang belum tersentuh teknologi maju, jalan penghubung terbuat dari susunan batu, tidak ada Televisi, tidak ada Radio, tidak ada alat Komunikasi, bahakan peralatan Elektronik yang dimiliki penduduk setempat yang hidup dari berkebun dan berternak bahkan salah satu kebutuhan penting penduduk kota yang akan "Panik" jikalau Padam yakni Listrik juga tidak tersedia di Desa Fatu Ulan ini. Dari tempat istirahat ini kami dapat memandang pemukiman lainnya di dataran rendah jelas dimana awan berarak bagaikan sapuan kabut terbawa angin.

Tertutup Kabut Awan
Menjelalang sore hari kami benar-benar telah berada didalam awan, puncak bukit Fatu Ulan sudah tidak terlihat lagi bahkan pemukiman dibawah juga sudah samar-samar tak terlihat karena tertutup kabut awan. Lokasi tempat istirahat kami dapat digambarkan seperti kita berada di pesawat terbang yang memasuki awan tebal. Saat saya menyapu rambut telapak tangan saya basah, Jack Zachariaz anggota dari Team MTMT juga baru sadar saat menyapu janggutnya yang basah, Jacket dan Baju Hangat yang kita pakai terlihat kering namun saat disentuh berembun uap air, sebuah pengalaman yang baru kami alami selama hidup, Luar biasa.

Setelah Makan Siang dan beristirahat sejenak Anggota Team yang pergi mencari Ternak telah kembali dengan membawa Kambing dan 3 ekor Ayam kampung. Saya segera bergegas mengambil Parang/Golok dan Pisau yang saya beli di pasar kota So'E untuk menyembelih Kambing dan 2 Ekor Ayam. Daging kambing yang sudah saya kuliti tadi dikeroyok seluruh Anggota Team membuat daging Se'i atau Lalolak orang Kupang menyebutnya.

Malampun tiba Perapian untuk membakar daging Kambing dan Ayam segera dibuat. Udara semakin dingin tapi semangat membakar daging untuk makan malam mengusir dinginnya malam yang ditutupi kabut/awan di kaki bukit ini.

Panasnya Daging bakar yang kontras dengan dinginnya malam menggerakkan seluruh anggota berkumpul di perapian sambil mencaplok daging bakar langsung dari pemanggangan yang telah matang untuk dimakan secapatnya. 



Tanggal 24/09/2016 : Jam 5:30 Wita saya dibangunkan oleh Adit Alhabsyi (Leader Team MTMT dari Kupang) yang sudah duluan terjaga di subuh hari, udara masih dingin menyengat tubuh namun kabut awan sudah tidak terlihat..... lingkungan sekitarnya basah karena kabut/awan dari malam hari, tenda yang menutupi mobil jeep juga basah kuyup dan saya segera membongkarnya dan menyimpan kedalam Jeep saya. 

Kamera Foto dan Handphone dalam tas saya keluarkan dan kendaraan dipanaskan, Ops.... Mobil distarter berulang kali tapi tidak mau hidup mungkin karena udara yang dingin dan lembab dipagi hari menyulitkan kami menghidupkan mesin mobil. 2 unit Jeep akhirnya ditarik keluar oleh Toyota Hard Top untuk menghidupkan. Saya dengan sigap membawa Jeep saya menuruni lembah menuju salah satu Spot pemotretan Matahari Terbit/Sunrise dengan Panormana lembah dan Pantai Boking di Cakrawala. 

 Sunrise di Fatu Ulan... Hmmm Pagi yang cerah di Fatu Ulan kabut awan belum muncul sementara Langit mulai terang menandakan sebentar lagi Matahari akan menapaki Horison di Ufuk Timur. Tripot, Kamera dan Handphone pun disiapkan untuk memotret Sunrise di kaki bukit Fatu Ulan ini dengan ketinggian 998 MDPL.

Setelah puas memotret Sunrise kami melanjutkan ekspedisi menuju Cek Poin kedua yaitu Gunung Lunu puncak tertinggi di Desa Fatu Ulan, Jalur jalan menuju Gunung Lunu makin sulit seluruhnya mendaki dengan jarak tempuh 3 km dari Cek Point kami dengan ketinggian/elevasi 1.319 MDPL berarti Jeep kami harus menanjak ketinggian jalan Off Road ini sekitar 320 meter. 

Di punggung bukit terdapat Setengah pendakian dengan Jeep kami mampir sejenak di pemukiman dan kantor Desa Fatu Ulan sambil mengambil dokumentasi selanjutnya perjalanan dilanjutkan. Sasaran saya adalah sebuah batu di atas bukit Gunung Funu namanya Fatu Ulan atau Batu Ujan sebuah Spot pemotretan yang sangat indah dan Fenomenal dan inilah kemungkinan cikal bakal nama perkampunga Fatu Ulan disebut atau dinamai. 

Setelah memotret di Fatu Ulan kemipun melintasi Hutan Larangan, hutan ini berada sekitar puncak gunung Lunu dan masih dianggap angker atau keramat oleh penduduk setempat karena lebatnya hutan dan selalu diselimuti kabut awan sepanjang tahun serta ditambahi cerita penduduk yang hilang bahkan dahulu ada pelancong bule yang memasuki hutan ini tidak pernah kembali/hilang, Waooo Menyeramkan Mistiknya. 

Vegetasi Tumbuhan berjenis Ampupu (Eucalyptus urophylla) di Hutan Larangan ini cukup lebat, tumbuh Pohon-pohonnya yang besar dan diselimuti lumut dan benalu sekilas teringat saya akan suasana hutan dalam Ekspedisi Pendakian Gunung Mutis. Inilah ciri khas Vegetasi Hutan Hujan Tropis di NTT.

Latar Belakang Hutan Larangan di Gunung Lunu
Setelah melewati Hutan Larangan di gunung funu, kami menuju sebuah tanah lapang dekat kuburan dan tumbuhan Kaktus pada ketinggian 1.270 meter MDPL untuk beristirahat tepatnya Pukul 11:27 Wita untuk beristirahat membuat makan siang sambil menunggu datangnya awan menyelimuti kami di puncak bukit Fatu Ulan ini.

Dari ketinggian Bukit ini kamipun dapat memandang perbukitan dan lembah disekeliling Desa Fatu Ulan ini, saat memasak kami baru sadar bahwa Pesediaan Air Minum telah habis ditambah tidak ada warung/kios jualan akhirnya kami mendapat bantuan penduduk setempat di lembah bukit untuk mengambil air dari sumur penduduk untuk dimasak dan membuat minuman panas serta memasak Mie Instant. 

Dalam Obrolan kami sempat membahas bagaimana caranya penduduk perkampungan di Fatu Ulan ini  Survive/bertahan hidup dengan kondisi hawa dingin dan kabut awan hampir sepanjang tahun tanpa Listrik, jika kemarau panjang sumur2 pada kering, warga masyarakat yang sakit ditambah kondisi jalan apa adanya bagi kami dimusim kemarau saja sudah sulit dilalui apalagi disaat musim penghujan. Kapankah Pemerintah wilayah ini akan memperhatikan dan menyuplai listrik serta memperbaiki jalan di pemukiman Desa Fatu Ulan ini, Semoga saja kedepannya Pemerintah Desa ini mendapat perhatian dan pembangunan yang lebih layak.

Matahari sudah diatas kepala namun awan masih berarak dari arah timur menuju bukit Gunung Lunu tempat kita berada, hembusan angin dimusim kemarau di bulan September ini awanpun masih sedikit pada siang hari dan baru akan penuh pada sore hingga tengah malam. kamipun memutuskan untuk menuntaskan ekspedisi ini tanpa menunggu datangnya awan diatas bukit karena perjalanan pulang yang masih jauh bagi masing-masing Team.

Setelah Memotret sana-sini akhirnya pukul 13:30 Wita kami menuruni bukit Gunung Lunu kembali menuju cek poin pertama untuk persiapan pulang. setalah berpamitan dengan pemilik rumah kamipun misi akhir ekspedisi ini dengan perjalan pulang melalui Desa Oenlasi menuju Kota Kupang untuk Team MTMT dan Kota Atambua bagi Team MTMM.

Selamat Jalan Fatu Ulan... kami semua masih merindukanmu, merindukan dinginnya alam kamu, indahnya Panorama Desa Fatu Ulan yang indah dan berawan dan pemandangan di Horison dan Cakrawala sepanjang mata memandang. Kamipun bersepakat akan melakukan misi kedua Ekspedisi Fatu Ulan II melalui Jalur Selatan/Kolbano.


Demikian Cerita saya pada Ekspedisi Fatu Ulan mungkit untuk seri pertama ini sampai jumpa pada trip selanjutnya, Salam MTMT (My Trip My Tapaleuk), Tapaleuk yang bermanfaat....